Keluaran 23 : 8 “Suap janganlah kau terima, sebab suap membuat buta mata orang- orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar”.
Ulangan 16 : 19 “Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar’.
Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan definisi “Gratifikasi” adalah Pemberian dalam arti luas dari satu pihak kepada pihak lainnya, yakni meliputi pemberian berupa uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Namun Gratifikasi dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis tindak pidana korupsi baru, sebagaimana dalam Pasal 128 ayat (1) Undang Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 “Setiap gratihkasi kepada penyelenggara negara dan atau pegawai negeri dapat dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, namun Pasal 128 ayat (1) ini tidak berlaku jika si penerima gratifikasi tersebut melaporkan apa yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan Pasal 120 Ayat (1).
Gratifikasi yang selanjutnya disebut sebagai Suap adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh pihak tertentu melalui cara-cara yang tidak dibenarkan menurut ajaran dan norma agama, karena cenderung akan menghalalkan segala cara demi untuk mencapai tujuan-tujuan yang dianggap menguntungkan atau memudahkan proses yang akan dijalaninya.
Berikut ini diuraikan perbuatan gratifikasi atau suap yang dikaitkan dengan Firman Tuhan yang tetuang dalam ayat Alkitab, sebagai berikut :
Suap sifatnya selalu “menguntungkan” untuk pihak tertentu, namun merugikan kepentingan orang “lain baik sifatnya pribadi maupun kebanyakan orang. Namun suap tidak terbatas hanya pada nilai sejumlah uang, tetapi dapat pula berbentuk benda lainnya seperti makanan dan minuman, kendaraan, tanah, rumah, emas, batu mulia, saham, dan bentuk-bentuk lainnya, (Amsal 17 ; 8 “Hadiah suapan adalah seperti mestika dimata yang memberinya, kemana juga ia memalingkan maka, ia beruntung”).
Jika Allah dengan tegas melarang praktek atau transaksi suap, lalu apa yang menyebabkan manusia yang adalah ciptaan-Nya yang paling sempurna diantara mahkluk ciptaan Allah lainnya dengan sengaja masih melakukan perbuatan suap? Setidaknya ada beberapa alasan yang dapat diamati, yaitu : diantaranya adalah keinginan untuk menjadi kaya dan memperoleh keuntungan yang besar dalam sekejap atau secara instan.
Rasul Paulus menyingkapkan bahwa “cinta uang” adalah motivasi di balik keinginan untuk menjadi kaya dengan menghalalkan segala cara, termasuk melalui praktik suap. Paulus mengingatkan, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang (philarguria). Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Timotius 6:9- 10).
Istilah kaya dalam bahasa Yunani adalah “plousios” yang berarti “kaya akan harta atau materi”, merupakan lawan dari kata Yunani “ptookhis” yang berarti “meminta-minta, mengemis atau miskin secara materi”. Keinginan untuk menjadi kaya telah menyebabkan banyak orang terjatuh ke dalam pencobaan dan jerat dosa, bahkan kebinasaan (1 Timotius 6 : 9).
Motivasi dibalik keinginan untuk menjadi kaya dengan melegalkan segala secara inilah yang dikatakan “cinta uang”, yang oleh Paulus disebut sebagai “akar dari segala yang jahat”. Kata Yunani “cinta uang” adalah “philarguria” yang berasal dari kata “philarguros“. Kata “philarguros” ini merupakan gabungan dari kata Yunani “philos“, yang berarti “teman yang dikasihi atau sahabat”, dan “arguros” yang berarti “perak atau uang”. Kata “hamba uang” ini juga digunakan dalam Lukas 16:14 dan 2 Timotius 3:2 yaitu ”philarguroi” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “yang mencintai uang”.
Allah menginginkan kita hidup dalam berkat-Nya, tetapi bukan keinginan untuk menjadi kaya dengan melegalkan segala cara. la benar-benar menginginkan kehidupan kita berhasil menurut kehendak-Nya.
Setidaknya ada dua hal yang menyakinkan kita bahwa Tuhan menginginkan hidup kita diberkati dan berhasil, yaitu :
~ Pertama, Tuhan memberikan kekuatan untuk berhasil. Tuhan tidak memberikan kita harta, tetapi kekuatan untuk memperoleh harta kekayaan (Ulangan 8 : 18).
~ Kedua, yang dibutuhkan dalam meraih atau memperoleh kesuksesan adalah hanya dengan mengandalkan Tuhan, karena Tuhanlah yang menganugerahkan kesehatan, kekuatan, kemampuan, kekayaan dan hikmat untuk dapat melakukan pekerjaan dan usaha, sehingga apa yang dilakukannya menjadi berhasill (Amsal 10 : 22).
Bagaimana sikap orang Kristen dalam menghadapi suap, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan persoalan suap ini, yaitu :
- Orang Kristen harus memiliki prinsip iman. Seseorang yang hidup dalam Tuhan tidak akan melakukan dan menerima suap, karena ia berkeyakinan bahwa sumber berkatnya adalah Tuhan.
- Orang Kristen harus takut kepada Tuhan. Takut akan Tuhan memberi keberanian pada kita untuk menolak kebiasaan manusia yang salah. Takut akan Tuhan ini selalu ditempatkan pada urutan pertama dalam Alkitab.
Takut akan Tuhan ini mengandung pengertian yaitu : hormat, gentar, kagum pada Allah, dan kasih yang dalam pada Allah yang membawa pada ketaatan dan pengabdian kepadaNya. - Orang Kristen meyakini bahwa berkat itu berasal dari Tuhan, oleh karenanya harus percaya dengan sungguh bahwa Tuhan pasti menyediakan dan memberikan kecukupan untuk segala kebutuhannya (Filipi4 : 19; Mazmur 23: 1; Yeremia17:7) (lm/djp)