SUKOHARJO.30/7/2015. Bertempat di Ruang Pertemuan salah satu Rumah Makan yang ada di Sukoharjo, diadakan kegiatan Pertemuan tahunan Bakohumas yang diselenggarakan oleh bagian Humas Setda Kabupaten Sukoharjo yang bertajuk Islam Radikal. Hadir dalam acara tersebut 60 orang peserta dari SKPD dan perwakilan dari kecamatan dan kelurahan sekabupaten Sukoharjo. Pemateri berasal dari Kantor kementerian Agama Kabupaten Sukoharjo dan Kodim 0726 Sukoharjo . Acara tersebut perlu diselenggarakan untuk menangkal isu-isu bernuansa sara dengan munculnya peristiwa di Tolikara dan mengantisipasi masuknya faham-faham radikal di masyarakat. “Tidak ada Islam Radikal, Adanya Islam Rahmatan lil Alamin” tegas Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sukoharjo H. Masdiro, S.Pd. M.M. Masyarakat harus lebih waspada dengan lingkungan sekitarnya terutama di dalam keluarga, masuknya faham radikalisme dapat diidentifikasi dengan mudah, diantaranya adanya perubahan dalam keseharian dan kehidupan beragama dari salah satu anggota keluarga kita yang semisal ceria menjadi menutup diri, mengikuti pengajian dengan kelompok tertentu secara rahasia tanpa mau memberitahukan kegiatan yang dilakukan maupun materi yang disampaikan dalam pengajian tersebut, dengan dalaih hanya dia dan ustadznya saja yang berhak tahu, “Jika hal baik kenapa harus ditutup-tutupi”tandas beliau.
Peristiwa yang terjadi di bumi Cenderawasih sesaat ketika umat Islam sedang merayakan hari kemenangan setelah satu bulan lamanya berpuasa, sungguh sangat mengejutkan dan mencederai hati nurani Bangsa Indonesia, isu bernuansa sara begitu santer dihembus-hembuskan sehingga dalam sekejap berita tersebut menyita perhatian publik, baik itu dari anak bangsa terlebih lagi dunia internasional.
Belum lagi hilang dari ingatan bahwasanya di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bangsa Indonesia mendapatkan penghargaan dari dunia internasional atas prestasinya di bidang toleransi diatas keberagaman berbagai agama yang ada dan berlaku di Indonesia.”di Papua itu isu sara dan saranya adalah agama yang diangkat itu sangat tidak mungkin” kata Dandim 0726 Sukoharjo Letnan Kolonel Riyanto yang pernah bertugas di Papua selama dua tahun, ”toleransinya luar biasa”lanjut beliau, bahkan beliau menceritakan ketika umat Islam mengadakan Sholat ‘Ied umat agama lain disana turut membantu menyediakan sajadah dan makanan yang diperlukan, beliau menilai adanya pihak-pihak tertentu yang bermain untuk melindungi kepentingannya di Papua sebagaimana yang dulu melatarbelakangi terpisahnya Timor-timur dari Indonesia, sehingga anak bangsa hendaknya untuk lebih waspada terhadap upaya-upaya tersebut ketimbang memperkeruh suasana dengan membesar-besarkan isu sara antar sesama anak bangsa
Sikap tepo seliro saling menghargai antar sesama umat beragama bukanlah hal baru di Indonesia, sikap tersebut secara turun temurun di wariskan dari generasi ke generasi sehingga ketika para pendiri bangsa bermufakad untuk menyesuaikan sila pertama dari Pancasila menjadi Ketuhanan yang Maha Esa adalah karena meyakini bahwa bangsa Indonesia berdiri dengan membawa keberagaman Agama dan Budaya dan keputusan tersebut bersifat final adanya sehingga bukanlah suatu kemajuan jika kita masih berkutat dalam pembahasan hal tersebut bahkan justru kita mundur 69 tahun kebelakang.(Djp)