Oleh : Kholis Hernowo, S.S (Guru MIN 5 Sukoharjo)
MIN 5 SUKOHARJO (OPINI) Kata berimbuhan adalah satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Kata berimbuhan disebut juga dengan afiks. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada kata dasar. Imbuhan atau afiks adalah kata yang ditambahkan pada kata dasar. Pengimbuhan pada kata bertujuan untuk mengubah kelas kata serta makna yang terkandung di dalamnya. Proses pemberian imbuhan atau afiksasi mengakibatkan perubahan bunyi, menghasilkan makna gramatikal, dan mengubah fungsi atau kelas kata.
Pada bahasa Indonesia, imbuhan memiliki arti tambahan yang tidak banyak. Oleh karena itu, imbuhan hanya terdiri dari satu hingga tiga huruf. Imbuhan dapat disematkan pada awal kata atau prefiks, di tengah atau infiks, di akhir atau sufiks, dan gabungan ketiganya yakni konfiks.
Pengertian Imbuhan Serapan
Dikutip buku dari Be Smart Bahasa Indonesia, Kusmayadi, dkk (2008), kata serapan adalah kata dalam bahasa Indonesia yang bersumber/ diserap dari bahasa asing untuk keperluan mencari padanan kata yang tepat.
Sementara imbuhan serapan adalah suatu imbuhan yang diperoleh dari bahasa asing yang biasanya berguna untuk kata benda maupun kata sifat. Imbuhan serapan tersebut biasanya berasal dari bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Jerman, bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan juga bahasa Perancis.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa kata imbuhan serapan adalah kata yang diproduksi oleh bahasa penerima dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan. Imbuhan serapan ini berasal dari adanya kontak bahasa asing, kemudian diinterpretasikan ke bahasa penerima. Oleh karena itu, banyak kata serapan yang hampir serupa dengan kata asing yang sebenarnya.
Penyebab Terjadinya Kata Imbuhan Serapan
Menurut Arsya (2019), mengatakan bahwa penyebab adanya kata serapan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya pola suatu bahasa yang mengambil dari bahasa lain berbeda. Misalnya dalam bahasa Indonesia, munculnya bahasa serapan yang masuk ke dalam bahasa ini selain diakibatkan dari faktor interaksi masyarakat, juga diakui dari faktor pesatnya ilmu pengetahuan dari berbagai bidang dan kehidupan. Pada kajian ini, kemajuan di berbagai bidang pengetahuan, keilmuan, seni, dan teknologi bisa diperluas dari kosakata bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa Arab.
Kata Imbuhan Serapan dari Bahasa Sansekerta
Dapat dikatakan bahwa bahasa Sansekerta adalah bahasa yang paling membawa dampak terhadap perkembangan pada bahasa Melayu. Bahasa tersebut adalah bahasa tertua yang unsur-unsurnya banyak diserap kedalam bahasa Melayu. Berdasarkan dari sumbernya, proses penyerapan bahasa Sansekerta kedalam bahasa Melayu atau Indonesia terjadi ketika bahasa melayu melakukan kontak dengan orang Hindu yang memakai bahasa Sansekerta sebagai media penyebaran Hindu Budha di Indonesia.
Prefiks Serapan Bahasa Sansekerta
Prefiks adalah imbuhan yang disematkan di awal kata dasar. Penulisan imbuhan ada yang dirangkai atau digabung, ada juga yang dipisah dengan kata dasar. Imbuhan serapan awalan bahasa Sansekerta adalah “maha-”, “pra-”, “pasca-”, “swa-”, dan “dwi-”.
- Prefiks maha- mempunyai makna sangat atau besar. Contohnya: Mahakuasa, Mahasiswa, Mahakarya, Mahaadil. Contoh penulisan dalam kalimat: Ayah berdoa kepada Tuhan yang Mahakuasa. Andi menjadi Mahasiswa teladan di kampusnya. Lukisan Monalisa adalah Mahakarya seni yang luar biasa. Kita serahkan permasalahan ini kepada Tuhan yang Mahaadil.
- Prefiks pra- mempunyai makna sebelum. Contohnya: Prasejarah, Praduga, Prapanen, Prarekonstruksi. Contoh penulisan dalam kalimat: Prasejarah adalah zaman sebelum manusia mengenal tulisan. Hukum di Indonesia menganut azas Praduga tak bersalah. Para petani mendapatkan penyuluhan Prapanen. Polisi menggelar proses Prarekonstruksi kejadian perkara.
- Prefiks pasca- mempunyai makna sesudah. Contohnya: Pascaoperasi, Pascapanen, Pascasarjana, Pascalebaran. Contoh penulisan dalam kalimat: Pak Joko mendapat perawatan rutin pascaoperasi. Pascapanen raya, Indonesia mengalami surplus padi. Firman menempuh pendidikan pascasarjana di UGM. Pascalebaran, lalulintas jalan raya kembali sepi.
- Prefiks swa- mempunyai makna sendiri. Contoh; swadaya, swadana, swalayan, swakelola. Contoh penulisan dalam kalimat: Pembangunan masjid itu berasal dari swadaya masyarakat sekitar. Pengerasan jalan poros desa berasal dari swadana warga RT. Swalayan buka pukul 08.00 WIB. Hasil swakelola tambak ikan air tawar desa Sukaraja tahun ini melimpah.
- Prefiks dwi– mempunyai makna dua. Contohnya: dwiwarna, dwisatya. Contoh penulisan dalam kalimat: Lukisan dwiwarna warna itu terlihat indah. Pramuka siaga menjunjung tinggi dwisatya.
Sufiks Serapan Bahasa Sansekerta
Sufiks adalah imbuhan kata yang disematkan pada akhir kata dasar. Sufiks yang berasal dari bahasa Sansekerta adalah “-wan”, “-wati”, dan “-man”. Contohnya seniman dan pragawati.
- Sufiks –wan mempunyai makna orang yang ahli. Contohnya: budayawan, sastrawan, ilmuwan, antariksawan. Contoh penulisan dalam kalimat: Bapak Butet Kartaredjasa adalah budayawan terkenal di Indonesia. Chairil Anwar adalah sastrawan ternama di Indonesia. James Watt adalah ilmuwan penemu mesin uap. Neil Armstrong adalah antariksawan ternama dari NASA.
- Sufiks –wati mempunyai makna wanita. Contohnya: santriwati, biarawati, wisudawati. Contoh penulisan dalam kalimat: Santriwan dan santriwati di pondok pesantren itu sholeh dan sholihah. Biarawati di gereja itu sangat rajin. Azizah terpilih menjadi wusudawati berprestasi.
- Sufiks -man mempunyai makna orang yang mempunyai sifat. Contonya: Budiman. Contoh penulisan dalam kalimat: Pak Firman adalah pejabat yang Budiman.
Pendapat Ahli Mengenai Akhiran -man, -wan, dan -wati
Putrayasa (2008: 31) menyebutkan bahwa akhiran –man, -wan, dan -wati dalam bahasa Sanskerta memiliki sasaran tertentu. Biasanya, akhiran –man dan –wan digunakan untuk menunjukkan atau menyatakan laki-laki, sedangkan akhiran –wati dan –mati ditujukan atau menyatakan wanita. Lalu, kenapa akhiran –mati tidak termasuk sebagai imbuhan serapan bahasa Indonesia saat ini? Hal ini dikarenakan imbuhan –mati berasosiasi dengan kata hidup sebagai bentuk lawannya. Oleh karena itu, imbuhan tersebuttidak baik dan tidak digunakan dalam bahasa Indonesia. Selain itu, Alwi dkk. (2000: 235) dalam Tata Baku Bahasa Indonesia juga menyebutkan akhiran –wan memiliki varian, yaitu –man dan –wan. Pada masa lampau, akhiran –man diletakkan pada dasar yang berakhiran fonem /i/. Contoh ini dilihat pada kata seniman dan budiman.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V dan KBBI daring, akhiran –wan dan variannya berfungsi sebagai pembentuk nomina. Adapun maknanya:
Pertama, akhiran –wan bermakna ‘orang yang ahli dalam bidang tertentu’. Contoh makna ini dapat dilihat pada kata ilmuwan ‘orang yang ahli atau banyak pengetahuan mengenai ilmu’; fisikawan ‘ahli fisika’; dan seniman ‘orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan menggelar karya seni (pelukis, penyair, penyanyi, dan sebagainya)’.
Kedua, akhiran –wan bermakna ‘orang yang mata pencarian atau pekerjaannya bergerak dalam bidang tertentu’. Contoh makna ini dapat dilihat pada kata karyawati ‘karyawan wanita atau pekerja wanita’ dan wartawan ‘orang yang perkerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah, radio, dan televisi’.
Ketiga, akhiran –wan bermakna ‘orang yang memiliki barang atau sifat khusus’. Contoh ini dapat dilihat pada kata hartawan ‘orang yang banyak hartanya atau orang kaya’; bangsawan ‘orang berbangsa’; dan dermawan ‘orang yang suka bederma (beramal dan bersedekah)’.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa, kata imbuhan serapan dari bahasa Sansekerta lebih banyak memberikan kontribusi dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa asing lainnya, karena hubungan interaksi budaya Hindu-Budha dengan bahasa Melayu yang berlangsung lama. Imbuhan serapan dari bahasa Sansekerta menciptakan makna baru dan kosakata baru dalam bahasa Indonesia dengan makna kata yang bervariasi sehingga dapat memperkaya perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Imbuhan kata serapan dari bahasa Sansekerta hanya bisa disematkan pada awal kata dasar atau Prefiks dan pada akhir kata dasar atau Sufiks. (kh/djp)
Referensi:
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Bandung: PT Refika Aditama.