Khutbah Jumat
oleh : Ma’ruf Budiyanto, SHI
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذِي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، ذُواْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِه وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Indonesia merupakan bangsa yang sangat majemuk, beraneka ragam suku bangsa, ras dan golongan, konsensus para pendiri bangsa menjadikan pancasila sebagai dasar negara sudah sangat tepat, ideologi pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menjadi cermin dalam rangka menjaga kerukunan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai luhur pancasila merupakan cerminan dari nilai-nilai ajaran agama Islam. Implementasi nilai-nilai luhur pancasila tidak ada satupun yang bertentangan dengan inti ajaran agama Islam. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan umat untuk saling hormat menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing secara intern maupun ekstern. Tidak ada paksaan satu sama lain. Demikian juga Bangsa Indonesia dengan kekayaan budaya lokal yang berasal dari suku, ras dan golongan memiliki ciri kas tersendiri yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa yang perlu dijaga dan dipelihara. Sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah tentu harus bersikap moderat dan akomodatif terhadap kearifan budaya tersebut, menghargai, menghormati dan memahami atas sifat primodialismenya serta harus mampu memilih dan memilah dalam tatanan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, dalam konsep ukhuwah wathaniyah dimana manusia dicipta oleh Allah SWT merupakan bagian dari kehidupan manusia yang berada dalam satu wadah bangsa dan negara yang harus bisa menerima segala macam perbedaan dan paham serta budaya yang berkembang. Secara internal setiap pemeluk agama, suku, ras dan golongan tentu akan membanggakan atas agama dan budaya yang dimilikinya, namun secara ekternal setiap warga negara wajib mengutamakan kemaslahatan umat manusia dalam rangka menjaga konstitusi negara, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang berorientasi pada hidup rukun, tentram dan nyaman terhindar dari gangguan orang lain maupun bangsa lain dan ketika negara dalam keadaan aman dan bersatu maka negara akan berdiri kokoh sehingga setiap warga negara akan dapat merasakan kedamaian di segala aspek kehidupan, baik itu kegiatan keagamaan, sosial, politik, budaya, maupun kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Moderasi beragama dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah tepat dan perlu dijadikan motto dan jargon bagi pemeluk umat beragama untuk disosialisasikan serta diimplementasikan bagi setiap pemeluk umat beragama dalam kehidupan sehari-hari, karena tidak ada ajaran agama yang mengajarkan kekerasan dan perpecahan, radikalisme dan ektremisme, semua agama mengajarkan nilai-nilai luhur kehidupan sehingga tidak ada alasan lagi bagi penganut agama mengimplementasi ajaran agama dengan menghalalkan berbagai macam cara dengan menghilangkan unsur nilai kemanusiaan, melanggar ketertiban umum terlebih melanggar kesepakatan NKRI, Sifat moderat ini sudah sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah 143 :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًاۗ
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Adil sebagaimana wasith atau juri berarti tidak ekstrem kekanan dan kekiri, tidak memihak kawan maupun lawan, keluarga maupun tetangga, senang maupun benci, tegak lurus dan berimbang sehingga tidak condong dalam sebuah pemikiran yang bersifat subyektif. Sebagai Umatan Wasathon harus paham, mengerti dan bersifat moderat, bisa menerima perbedaan dalam segala aspek kehidupan yang berorientasi pada memanusiakan manusia, Bangsa Indonesia dengan keberagamaan budaya lokal dan dengan kearifan lokal yang mereka miliki harus bisa dipahami sebagai bentuk keberagaman aktifitas kehidupan yang berhubungan dengan manusia dalam konteks habluminnas, yang bersentuhan langsung antara manusia dengan manusia, tidak masuk dalam konteks ibadah maghdah atau habluminnallah yang berhubungan dengan aqidah. Sehingga tidak bisa dipahami sebagai kegiatan ibadah secara personal yang berhubungan dengan menyembah Allah SWT secara langsung. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Maidah 8 :
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُوۡنُوۡا قَوَّا امِيۡنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِالۡقِسۡطِ ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ عَلٰٓى اَ لَّا تَعۡدِلُوۡا ؕ اِعۡدِلُوۡا هُوَ اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰى وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Berlaku adil dalam ayat tersebut bisa dijadikan pijakan hukum dalam mengadili sebuah perkara atau menentukan sikap dan perbuatan dalam segala aspek kehidupan tanpa memandang agama, strata/kedudukan, jabatan maupun golongan, walaupun ada kebencian yang menghinggapi hati kita terhadap seseorang atau suatu kaum, tetap harus ditegakkan, tidak diperbolehkan berbuat dzalim dan aniaya terhadap siapapun. Sifat adil inilah yang akan mengantarkan kepada ketaqwaan dengan derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Allah SWT berfiman dalam Surat An Nahl : 125
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dakwah itu bersifat ajakan tidak mengejek dan menginjak, merangkul tidak memukul, mengaji dan mengkaji tidak memaki, dakwah itu membina tidak menghina dan dakwah itu harus bisa membuat teduh tidak membuat keruh dan gaduh, bersifat reformatif dan konstruktif yang dapat membangun lingkungan dan harmonisasi kerukunan dalam menjalankan syariat agama masing-masing, tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah 256 :
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat
Sebagai umat Islam harus yakin bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan diterima disisi Allah SWT namun disisi lain kita juga tidak diperkenanankan memaksa mereka untuk mengikuti agama yang kita yakini. Dakwah harus dengan hikmah, menggunakan kata-kata yang baik dan pelajaran yang baik jika terjadi perbedaan agar bermusyawarah dan apabila terpaksa harus berbantah-bantahan harus dengan cara yang baik, arif dan bijaksana, keyakinan yang berbeda ini juga perlu dipahami bersama bahwa semua umat bergama harus bisa menghargai dan menghormati perbedaan sudut pandang serta mampu memupuk toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak perlu dijadikan persoalan didalam pergaulan kehidupan sehari-hari, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Kaafirun :
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . لَا أَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Di Indonesia kita mengenal dengan konsep Trilogi kerukunan umat beragama, yakni pertama, kerukunan yang harus dibina dan dipelihara secara intern sesama pemeluk agama dalam satu keyakinan, kedua Kerukunan yang dibangun dan dipelihara antara sesama antar umat bergama yang berbeda sesuai dengan keyakinan yang dianut. Dan ketiga Kerukunan Antar Umat Beragama yang dengan pemerintah sebagai Ulil Amri ditatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana didalam ajaran agama Islam juga diajarkan 3 konsep Ukhuwah :
Pertama Ukhuwah Islamiyah yakni jalinan kerukunan, tolong menolong dan kerjasama yang baik antara sesama muslim dalam rangka menjalin persaudaran dan persatuan
Kedua Ukhuwah Wathaniyah yakni Jalinan kerukunan, tolong menolong dan kerjasama yang baik antara sesama manusia ciptaan Allah SWT yang berada dalam satu bangsa dan negara
Ketiga Ukhuwah Insaniyah’/Basyariah yakni jalinan kerukunan, tolong menolong dan kerjasama yang baik antara sesama manusia yang merupakan ciptaan Allah SWT yang tidak hanya dibatasi dalam satu bangsa dan negara namun manusia yang berada dimuka bumi dimanapun kita berada.
Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Al Hujurat 13 :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk menjadi insan pilihan dan Allah SWT memasukan golongan orang-orang yang Muttaqin…
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ
كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Kutbah II :
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ